Posted in Ngoceh tentang Manusia

Sisi Feminitas Perempuan yang Dipertanyakan

Feminin atau feminitas dari bahasa Prancis, feminine adalah sebuah kata sifat, adjektif yang berarti “kewanitaan” atau menunjukkan sifat perempuan. Sifat-sifat yang dimaksud biasanya adalah kelembutan, kesabaran, kebaikan, dll. (Wikipedia.org)

Feminin seringkali dikaitkan dengan sosok perempuan yang lembut, piawai merawat diri, dan anggun. Identik dengan penampilan dan cara berpakaian, seperti rambut panjang, flatshoes, sepatu hak tinggi, rok, gaun, dan lain sebagainya.

Gue sendiri pernah mengalami kondisi di mana beberapa orang secara terang-terangan bilang sosok gue jauh dari kata feminin. Bukan ciri khas perempuan yang seharusnya. Gue nggak terganggu awalnya. Penilaian masing-masing orang kan berbeda. Sampai ketika ada seorang cowok yang membandingkan penampilan gue dengan dua perempuan di sebelah gue, yang pada waktu itu si perempuan satunya pakai rok panjang dan satunya lagi pakai jeans yang body fit, sedangkan gue pakai celana cargo yang longgar. Honestly, gue merasa sangat keberatan. Tapi bukan berarti gue langsung ada niatan untuk transform penampilan dalam waktu cepat.

Setelah gue akhirnya mulai sering pakai rok dan berpenampilan ‘perempuan banget’, gue pikir nggak akan ada yang ribut lagi ngurusin sosok gue. Tapi luar biasanya mereka yang menganggap diri paling benar malah mengeluarkan pernyataan lanjutan, “Kamu tampilannya doang yang perempuan banget, femininnya nggak ada”, “Kenapa sih lo nggak bisa keliatan feminin?”. Serah lo, deh. I’m out. Gue nggak merasa punya keharusan untuk eksplanasi. Berbeda kalau lo adalah keluarga gue atau teman-teman dekat gue, di situ gue akan confide. Gue bahkan nggak perlu bicara banyak, karena mereka sejatinya tahu dan mengerti gimana gue.

Pada akhirnya gue memutuskan untuk jadi diri sendiri. I was being true to who I really am, and I was feeling the beautiful wisdom from myself. It has made me to finding more about self-care as a woman. Antara pakai rok dan celana, gue sesuaikan dengan senyamannya gue. Antara penampilan dan tingkah laku, gue sesuaikan dengan lingkungan. Terserah orang-orang mau komentar dan mengaitkan seperti apa antara my outer-self dan sisi feminitas gue, toh yang punya hidup adalah gue.

Ada sebuah part di mana gue punya sepupu cewek yang ‘kelihatannya’ tomboy. Pacarnya sepupu gue ini pernah ngomong ke gue, bahwa dia inginnya sepupu gue berpakaian seperti cewek lain yang dinilai lebih feminin. Si cowok ini menjelaskan kriteria yang dia maksud secara detail. Entah mungkin tujuannya dengan cerita ke gue biar gue yang ngomong ke sepupu gue, atau hanya sekadar ingin bercerita. I don’t know, surely.

Ada juga beberapa kasus cewek yang ditinggalkan oleh pasangannya, hanya karena si cowok berpaling ke cewek lain yang dilihat punya lebih banyak kriteria feminin. Actually, sah-sah saja menjadikan penampilan fisik untuk menjelaskan feminitas. Tapi nggak absolute. Feminitas nggak sedangkal ketika kalian menilai seseorang dari standar penampilan.

Sampai saat ini gue belum pernah mendengar orang-orang dengan bijaknya bilang, “Oh, mungkin dia nyamannya berpakaian seperti itu”, “Mungkin dia mengenali dirinya memang dengan cara itu.”. Orang-orang lebih suka membuat perdebatan tentang penampilan fisik dan keharusan seseorang mendalami gendernya. Padahal kalau dipikir-pikir, perempuan yang kerjanya di lapangan memang lebih nyaman dan bebas gerak pakai celana dari pada harus ribet pakai rok. Perempuan yang easy going dalam membawa dirinya lebih suka bertingkah jauh dari segala definisi keanggunan khas perempuan.

Guys, lo nggak bisa menilai feminitas seseorang hanya dari outer-beautynya. Lo nggak bisa hanya menggunakan apa yang terlihat dari diri seseorang sebagai ukuran atas seberapa perempuannya dia, dan seenaknyaa memberikan label ‘nggak feminin’, apalagi kalau lo hanya orang luar yang bisanya sekadar menilai. Terlepas dari seorang perempuan pakai rok atau celana, beramput panjang menjuntai atau pixie hair cut atau botak sekalipun, punya anak atau tidak, bisa mengandung atau tidak, berprofesi di tempat kebanyakan pekerja laki-laki, berteman dengan lebih banyak laki-laki dari pada perempuan, berpenampilan yang jauh dari kata anggun, she always be a feminine. Karena feminitas adalah kodrat yang dimiliki setiap perempuan dalam dirinya. Feminitas itu soal penempatan diri dan perasaan seseorang dalam berbagai keadaan.

Femininity is how women act in their live. Mau seperti apa pun perempuan mengatur dirinya dan memutuskan segala hal tentang hidupnya, selama dia kembali kepada kodratnya, enggak ada yang perlu diperdebatkan. Karena beberapa perempuan kadang nggak suka show off  tentang sisi keperempuanannya. Mereka lebih suka tampil apa adanya tanpa harus ribet memperhatikan “Gue udah keliatan feminin belum ya?”, atau “Nanti orang-orang akan melihat gue feminin nggak ya?”.

Masing-masing perempuan punya feel sendiri tentang sisi feminitasnya. Ada yang merasa feminin saat mengenakan gaun, sepatu hak tinggi, aksesoris khas perempuan, dan rambut panjang terurai. Ada yang sisi feminitasnya keluar dengan sendirinya, entah saat berada di tengah-tengah keluarga dan menjalankan perannya. Ada yang meskipun nggak punya anak dan atau nggak bisa melahirkan normal dia tetap merasa feminin dengan hanya menjadi seorang isteri.

Let me clear the point how I learned what femininity really is. Truly, gue menemukan sisi feminin gue ketika orang tua gue sedang jauh dari rumah (ex: ke luar kota, atau event di dalam daerah yang mengharuskan mereka sibuk dengan pekerjaan masing-masing). Gue anak pertama dari tiga bersaudara. Jadi, mereka biasanya melimpahkan tanggung jawab besar kepada gue untuk mengurus rumah, masalah keuangan dan mengurus kedua adik gue. I changed the role of my parents in some condition. Di situ gue bisa merasakan sisi feminin gue.

Kesalahan yang kalian lakukan sangat besar ketika mengintimidasi seseorang agar terlihat feminin, sesuai dengan ekspektasi dan keinginan kalian. Transformasi orang itu bisa membuat dia merasa emptiness. Seperti ada yang hilang ketika dia memaksakan diri untuk memenuhi ekspektasi kalian terhadap identitas gendernya. Dia akan merasa nggak diapresiasi sebagai dirinya sendiri, insecure, self-untrust, bahkan yang lebih parah dia bisa kehilangan definisi tentang menjadi perempuan.

Entah berapa banyak perempuan di luar sana yang menganggap dirinya nggak layak, hanya karena orang-orang meragukan keperempuanannya dia. Entah berapa banyak perempuan yang gagal mengenali feminitasnya sendiri karena terus dikomplain soal penampilan fisik. Please, stop asking how much feminine a woman looked. Biarkan perempuan menemukan sisi feminitasnya sendiri tanpa harus dipertanyakan keputusan personalnya. Apalagi kalau lo bukan pada tempatnya untuk bertanya dan mendebat. Noted it!