Posted in Kumpulan Cerpen

Jalan Cinta

 

#Aku suka dengan jalanku mencintaimu,

  Tapi sahabatku lebih dari segalanya.

Adakah hukum Tuhan yang mengadili getaran itu ?

“Perasaan”

Sebuah kata yang tak pernah bisa terungkap kronologis misterinya. Seluruh makhluk Tuhan lainnya tercipta dengan balutan perasaan. Lembah nan hijau tersenyum dengan penuh perasaan. Dedaunan menari-nari dengan penuh perasaan. Adam mencintai hawa karena perasaan. Tak akan pernah ada yang bisa menerjemahkan siratan makna pada segumpal daging dalam rongga dada.

Tok tok tok !

Sesosok gadis berjilbab dengan seragam putih abu-abu lengkap tampak sedang berdiri di depan pintu sebuah rumah yang cukup megah. Dan sesaat terlihat seorang gadis berambut hitam membuka pintu dan langsung tersenyum, juga mengenakan seragam yang sama.

“Maaf ya, aku lama.” Ucap si gadis berambut hitam.

“Nggak apa-apa. Ya udah, kita berangkat yuk !” Balas si gadis berjilbab.

Pagi itu, angin begitu sibuknya saling berlalu. Burung-burung bernyanyi dengan melodi yang indah. Dan mentari tersenyum dengan sangat manis. Mengiringi untaian langkah dua orang gadis yang selalu bersama. Seyna Ethiara Carres, seorang gadis blasteran jawa dan australia. Dia memiliki sahabat yang selalu setia di sampingnya, kapanpun dan dimanapun. Dia biasa memanggilnya Sarah. 10 tahun persahabatan mereka tak pernah kandas dengan konflik yang tak terselesaikan. Seperti menara Eiffel dan paris yang tak mungkin dipisahkan. Begitulah mereka. Hingga akhirnya cinta hadir dan merubah segalanya.

Murid baru !

Kehadiran seorang laki-laki berambut hitam, berbadan tegap dan dengan lesung pipinya, sejenak mengubah perasaan di hati kedua sahabat itu. Laki-laki berbadan tegap itu tampak terlibat dengan dilema pandangan pertama dan menyukai salah satu dari mereka berdua. Waktu istirahat tiba, kedua gadis itu nimbrung di kantin seperti biasanya. Sesosok laki-laki datang menghampiri mereka.

“Hai… aku boleh duduk di sini nggak ?” seraya menunjuk bangku kosong di depan Seyna dan Sarah.

“Eh Galang. Boleh banget !” Seyna menjawabnya dengan senyuman manis.

Selama waktu itu, Seyna terus memandang ke arah Galang, sosok yang membuatnya menggila seketika. Namun ternyata pandangan Galang malah bertemu dengan pandangan Sarah yang kemudia tertunduk malu. Dan anehnya seperti ada getaran asing yang menggebu. Hening sejenak. Kemudian mereka tersadar dengan suara bel masuk.

Pulang sekolah, Sarah merasa ada yang aneh dengan Seyna. Tak biasanya Seyna seceria itu. Seyna yang tidak memperhatikan kebingungan yang tergambar di raut wajah sahabatnya itu hanya sibuk dengan dendangan lagunya.

“Aku perhatiin dari tadi kok senyum-senyum sendiri ? hayoo… kenapa ?” Sarah mulai menggoda Seyna.

“Hmmm… Syalala. Aku rasa aku jatuh cinta, Ra.”

“Ciiieee… siapa sih laki-laki yang sudah merebut hati sahabatku ini ?” Tanya Sarah sambil bercanda dan menyenggol bahu Seyna.

“Kamu pasti tau orangnya, Ra. Dan untuk sekarang, aku nggak akan kasi tau kamu. Aku mau kasi kejutan buat kamu. Nanti setelah aku jadian sama dia. Haha…”

“Hmm… gitu ya, sekarang udah main rahasiaan sama aku.”

Bukan hari itu saja, wajah Seyna berseri setiap hari. Seakan dewi asmara tengah berpihak padanya. Sejak saat itu, Seyna menjadi lebih tertutup pada Sarah. Dan selalu menyembunyikan inisial seseorang yang dicintainya.

Hitungan menit terganti jam, begitupun dengan jam yang kemudian berganti hari. Hingga akhirnya, Seyna harus menerima kenyataan bahwa Galang tak pernah memiliki rasa yang sama sepertinya.

“Maafin aku, Na. Aku sudah jatuh cinta pada seseorang. Aku yakin suatu hari nanti kamu pasti  seseorang yang lebih baik dari aku.” Kalimat yang diucapkan Galang akhirnya menorehkan luka yang dalam di hati Seyna.

Ada sengatan listrik yang menyambar palung hati Seyna begitu dalam. Senyuman yang awalnya tak pernah tergantikan dengan apapun, kini justru terganti air mata dan kenyataan yang seharusnya tidak akan pernah ia dengar. Dia tidak menyangka, cinta pertamanya tak pernah mencintainya. Gadis itu tertunduk dengan fikiran yang kacau, deraian air mata membanjiri wajahnya. Di saat seperti ini, Seyna sangat membutuhkan sahabatnya yang justru sedang bergulat dengan problema hatinya, yang ternyata juga mencintai Galang.

Saking terlarutnya dalam kesedihan, Seyna tidak menyadari kehadiran Sarah yang datang dan langsung duduk di samping sahabatnya itu. Ada suasana dan ekspresi yang tak wajar yang ditemui Sarah pada Seyna.

“Na… kamu kenapa ?”

“Galang, Ra ! Galang !” Butiran embun dari matanya perlahan jatuh.

“Galang kenapa ?”

Sarah seperti tidak terima sahabatnya menangis seperti itu. Tak ada respon dari Seyna. Hanya derai air matanya yang semakin deras. Sarah berusaha menenangkan sahabatnya itu.

“Jangan kayak gini dong. Cerita sama aku apa yang sebenarnya terjadi ?”

“Galang nggak pernah cinta sama aku, Ra. Pantas saja setiap bertemu, dia hanya bertanya tentang orang lain.” Kali ini Seyna terisak di depan sahabatnya itu.

“Apa mungkin laki-laki yang kamu cintai selama ini adalah Galang ?” kali ini Sarah terkejut mendengar siapa laki-laki yang dicintai sahabatnya itu.

“Iya, Ra. Tapi Galang tidak pernah mencintaiku. Aku udah salah mengerti arti dari setiap pandangan dan senyumannya. Aku terlalu yakin pada diriku sendiri bahwa dia mencintaiku.”

Sarah masih tidak percaya dengan apa yang dituturkan Seyna. Bagaimana mungkin dia jatuh hati pada orang yang sama dengan sahabatnya sendiri. Tapi, kemudian dia berusaha menenangkan perasaannya.

“Udah, Na. Jangan kayak gini dong. Aku nggak bisa liat kamu kayak gini.”

Sarah mengulurkan jemarinya untuk menghapus butiran embun di wajah Seyna dan merangkul sahabatnya dengan penuh perasaan. Tanpa sadar, dia meneteskan air mata melihat tangisan Seyna, sahabat satu-satunya yang paling ia sayangi. Seyna melepaskan rangkulan itu dan berusaha tersenyum dihadapan Sarah.

“Tapi aku bahagia, karena Galang sudah mencintai seseorang yang tepat. Meskipun itu bukan aku.”

“Maksud kamu apa, Na ?”

“Galang mencintai seseorang yang sangat aku sayangi. Katanya, gadis itu orang yang pertama kali membuat hatinya merasa sejuk. Dia pintar, ramah, dan begitu anggun. Gadis itu sekelas dengannya, dengan kita juga.”

Kemudian, Seyna berbalik menatap wajah sahabatnya lekat-lekat dan menggenggam jemari Sarah.

“Gadis yang berhasil merebut hati Galang dan membuatnya jatuh cinta pada pandangan pertama, sekarang ada di hadapanku.”

“A..apa maksud kamu, Na ?” Sarah berusaha mencari kepastian dari ucapan Seyna.

“Iya. Gadis itu bernama Sarah Altafakiya. Dia satu-satunya sahabat terbaik dalam hidupku.”

Wajah Sarah seketika dipenuhi embun bening yang memang sudah terkumpul sejak tadi, seolah tak percaya dengan apa yang baru saja didengar dari sahabatnya itu.

Itu tidak mungkin. Jika gadis itu, aku. Lalu bagaimana dengan perasaan sahabatku ? Sebenarnya aku juga mencintainya. Tapi aku tidak mungkin menggadaikan perasaan sahabatku sendiri. ~ Sarah

 Sarah bertanya-tanya dalam hatinya dan memberontak dengan perasaannya yang ternyata searah dengan Galang dan menjadi rumit dengan Seyna, sahabatnya.

“Aku tau. Sebenarnya kamu juga suka kan sama Galang ? aku bisa liat dari bahasa sikapmu, Ra. Aku baru sadar, cinta tidak akan indah dalam sebuah paksaan hati. Aku minta maaf, Ra. Aku sudah menghalangi jembatan cinta kamu sama Galang.”

“Enggak, Na. Aku nggak mungkin berani mencintai seseorang yang sangat dicintai sahabatku. Aku sayang banget sama kamu, Na. Aku nggak mungkin dan nggak akan pernah mungkin jatuh hati di tempat yang sama dengan sahabatku.”

“Kamu jangan bohong, Ra. Aku akan sangat merasa bersalah kalau sampai kamu bohongi perasaan kamu sendiri hanya demi perasaanku. Galang mencintai kamu. Kamu juga mencintai Galang. Aku yang memutuskan untuk mencintai Galang. Jadi bukan salah Galang jika ternyata dia memang tidak mencintaiku. Aku akan lebih bahagia kalau Galang sama kamu. Untukku, persahabatan kita lebih berharga dari apapun di dunia ini. Termasuk cinta yang aku rasakan. Aku ikhlas, Ra.”

Tanpa berkata apapun, Sarah memeluk Seyna dengan erat, juga sebaliknya, bersama deraian embun yang tak hentinya mengalir dari wajah kedua gadis yang bersahabat sejak 10 tahun lalu.

“Aku sayang kamu, Na. Aku sayang kamu ! Aku nggak akan pernah bisa mendapatkan sahabat lain seperti kamu.” Sarah masih tersedu dalam rangkulan Seyna.

“Aku juga sayang kamu, Ra.”

Bukan cinta, jika aku memaksanya untuk menerima rasaku. Percuma melangkah dengan rasa yang dipaksakan untuk bersatu. Lagipula aku berhutang budi padanya yang telah mengenalkanku pada cinta. Dan mungkin bukan jalan yang tepat untukku memilikinya. Biarlah rasa itu menjadi langkah untukku membangun cerita yang lebih indah. ~ Seyna

 

Ditulis pada tanggal 30 November 2015

Oleh Aohana