Posted in Talk with Movies

Talk with Movies: Representasi Perempuan dalam Isu Seksualitas

Fenomena pelecehan dan kekerasan seksual masih menjadi suatu hal yang tabu bagi masyarakat. Banyak orang beranggapan bahwa kekerasan seksual sifatnya sangat pribadi dan merupakan aib yang tidak boleh dibicarakan secara terbuka, apalagi sampai diketahui oleh orang lain. Belum lagi minimnya pengetahuan tentang tindakan-tindakan yang dianggap biasa, yang ternyata merupakan bagian dari pelecehan seksual.

Penting untuk dipahami, adanya perbedaan antara pelecehan dan kekerasan seksual. Dikutip dari MaPPI FHUI tentang Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Tentang Penghapusan Kekerasan Seksual oleh KOMNAS Perempuan, yakni:

  • Pelecehan seksual adalah tindakan seksual lewat sentuhan fisik maupun nonfisik dengan sasaran organ seksual atau seksualitas korban. Tindakan yang dimaksud termasuk juga siulan, main mata, ucapan bernuansa seksual, mempertunjukkan materi pornografi dan keinginan seksual, colekan atau sentuhan di bagian tubuh, dan gerakan atau isyarat yang bersifat seksual sehingga mengakibatan rasa tidak nyaman, tersinggung, merasa direndahkan martabatnya, dan mungkin sampai menyebabkan masalah kesehatan dan keselamatan. Pelecehan seksual adalah salah satu jenis perbuatan kekerasan seksual.
  • Kekerasan seksual adalah setiap perbuatan merendahkan, menghina, menyerang dan/atau tindakan lainnya, terhadap tubuh yang terkait dengan nafsu perkelaminan, hasrat seksual seseorang, dan/atau fungsi reproduksi, secara paksa, bertentangan dengan kehendak seseorang, dan/atau tindakan lain yang menyebabkan seseorang itu tidak mampu memberikan persetujuan dalam keadaan bebas, karena ketimpangan relasi kuasa, relasi gender dan/atau sebab lain, yang berakibat atau dapat berakibat penderitaan atau kesengsaraan terhadap secara fisik, psikis, seksual, kerugian secara ekonomi, sosial, budaya, dan/atau politik.

Sejauh ini, sudah banyak aktivis serta organisasi kemanusiaan yang mengampanyekan isu pelecehan dan kekerasan seksual di media sosial. Tidak ketinggalan juga dunia perfilman yang ikut menyuarakan isu tersebut. Berikut adalah beberapa film Tanah Air yang merepresentasikan perempuan di dalam isu pelecehan dan kekerasan seksual.

Pasir Berbisik (2001)

Sumber: imdb.com

Bisa dibilang film yang dibintangi oleh Dian Sastrowardoyo ini terkesan jadul untuk ditonton. Namun, penggambaran kasus seorang bapak yang menjual anak gadisnya kepada laki-laki ber-uang selalu hangat dibicarakan. Adegan di mana seorang laki-laki menyuruh tokoh Daya untuk menyentuh bagian terlarang dari tubuhnya sendiri, dan Daya menuruti perintah itu tanpa melakukan perlawanan, seolah menjadi PR bagi orang tua. Pengetahuan orang tua tentang pelecehan dan kekerasan seksual menjadi sangat penting di sini, untuk kemudian dijelaskan sejak dini kepada anak. Seperti konteks mengenai bagian tubuh yang tidak boleh disentuh orang lain maupun menyentuh bagian terlarang dari tubuh sendiri di depan orang lain.

Marlina: Si Pembunuh dalam Empat Babak (2017)

Sumber: instagram.com/marshatimothy

“Kau adalah perempuan paling beruntung malam ini”, merupakan satu dialog di bagian awal film ketika seorang perampok hendak melakukan tindakan seksual kepada Marlina. Kalimat itu terdengar sangat miserable, seolah perempuan tidak punya kehormatan sama sekali. Film ini menjadi tamparan bagi dunia patriarki tentang mikrokosmos perempuan dalam memperoleh keadilan bagi dirinya. Ada gambaran sensibilitas hukum yang memperlihatkan kegagalan negara untuk membangun distribusi keadilan bagi perempuan di wilayah terpencil. Visualisasi tokoh Marlina yang berani mengambil sikap ketika dunia lelaki melecehkannya di tengah keabsenan peradilan negara, patut dimiliki setiap perempuan.

27 Steps of May (2019)

Sumber: instagram.com/raihaanun

Film ini menampilkan sudut pandang dan hidup yang dijalani oleh seorang korban kekerasan seksual. It’s not a piece of cake, bagi seorang perempuan yang mengalami kekerasan seksual untuk menjalani hari-harinya seperti sedia kala, meski setelah bertahun-tahun lamanya. Trauma dan beban mental yang dialami penyintas menjadikan dunia mereka tanpa warna, persis seperti visualisasi kebiasaan berulang yang dilakukan tokoh May. Belum lagi bagaimana dia membuat batasan dan jarak dengan bapaknya sendiri. Semua jenis dampak yang dialami penyintas kekerasan seksual diperlihatkan secara sistematis oleh tokoh May dari awal sampai akhir film.

Penyalin Cahaya (2021)

Sumber: instagram.com/penyalincahaya

Medusa versus Perseus bisa menjadi salah satu penggambaran untuk film ini. Medusa yang diperankan oleh tokoh Sur, merupakan bukti ketidakadilan sistem di mana hak dan suara korban kekerasan seksual dibungkam. Jangankan untuk dipercaya, perjuangan tokoh Sur mencari keadilan bahkan dianggap angin oleh lingkungannya, termasuk keluarganya sendiri. Tokoh Rama yang menjadi pelaku dan memiliki kekuasaan di dalam sistem sosial, yang disimbolkan sebagai Perseus dengan menghancurkan setiap jalan yang dimiliki Sur untuk mencari keadilan, merupakan embodiment dari budaya patriarki di mana korban kekerasan seksual tidak punya ruang untuk bicara dan didengarkan.

Dear Nathan Thank You Salma (2022)

Sumber: instagram.com/thankyousalmafilm

Siapa sangka film romantis antara Nathan dan Salma ini mengangkat isu pelecehan seksual di sekuelnya yang ketiga? Melalui tokoh Zanna yang diperankan oleh Indah Permatasari, dapat ditarik garis tegas bahwa korban kekerasan seksual membutuhkan pendampingan dan ruang aman. Keberadaan orang-orang seperti tokoh Rebecca dan Nathan, yang merupakan social support, juga sangat dibutuhkan oleh penyintas, agar dia tidak merasa sendiri dan berani survive serta speak up tentang kejadian yang dialaminya.

Film-film tersebut merangkum secara umum bagaimana pentingnya isu pelecehan dan kekerasan seksual. Mulai dari pengetahuan tentang otoritas terhadap tubuh sendiri, keberanian yang harus dimiliki penyintas, fakta di lapangan tentang minimnya keadilan bagi perempuan, dan bagaimana menjadi social support sebagai orang terdekat korban.

25 November, Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan.