Posted in Love's Diary

Flashback “Kamu Lagi”

Kali ini aku bukan ingin menyesalkan apapun yang sudah terjadi. Aku hanya sedang merasa de javu dengan tetesan air di luar jendela kamar kos ku. Sebuah nyanyian hujan yang enggan ku mengerti. Hanya ada kehampaan dan kesedihan yang berakar dalam diam. Aku masih terus terpaku dengan tatapan menerawang saat sebuah perpisahan yang kamu inginkan belum diketuk waktu.

Kesedihan yang paling meyakitkan adalah saat kamu tidak bisa mengeluarkannya dengan air mata.

Aku tau kamu tidak menyukai hal-hal seperti ini. Mungkin konyol menurutmu, dan terlalu berlebihan. Berbeda denganku yang menulisnya, karena dengan begini aku bisa sedikit terbebas dari rasa rindu saat aku terbayang sosokmu. Salahkah jika aku teringat tentangmu sekalipun mungkin kamu berusaha untuk menghapus ingatanmu tentangku ?

Ini sudah masuk musim penghujan. Hujan di tahun keempat yang tidak bisa ku lewati bersamamu. Ingatkah apa yang kita lakukan di musim hujan pada 2012 lalu ?

Kamu menjemputku untuk berangkat sekolah bersama, menungguku di bawah naungan pohon cemara milik tetanggaku. Tiba-tiba saja gerimis datang dengan teka-teki yang seakan menanyakan jawabannya pada kita. Kamu tersenyum manis saat aku menghampirimu. Kemudian aku memberikan jaket putih yang sejak tadi bertengger manis di tanganku untuk kamu gunakan. Namun kamu menolaknya dengan satu jawaban yang membuat hatiku menghangat.

“Kamu saja yang pakai, nanti kamu kedinginan. Lagipula aku sudah biasa terkena hujan di jalan.”

Begitu katamu. Setelahnya kamu memacu kendaraanmu dengan aku yang terus tersenyum di balik punggung tegapmu. Awalnya aku sempat ragu berpegangan dimana. Akhirnya aku menjatuhkan pilihan pada tali tas punggungmu yang berada di antara kita, berpegangan erat di sana seakan tak ingin pegangan itu terlepas sampai menemui takdirnya.

Satu hal yang tidak kamu tau bahwa saat itu aku tidak mengenakan jaket itu. Aku sengaja melakukannya karena aku ingin menikmati dinginnya hujan pagi denganmu. Itu menjadi pagi termanis yang ku miliki saat bersamamu. Suaramu yang seakan bersatu dengan hujan membuatku harus berusaha mendengarkan apa yang kamu ucapkan. Aku tersenyum geli saat merespon ucapanmu padahal sebenarnya aku sendiri tidak mendengar dengan jelas apa yang kamu bicarakan.

Namun itu semua dulu, disaat aku dan kamu masih menjadi kita. Sekarang itu hanya tinggal deretan cerita lama, sebuah kenangan yang selalu gagal untuk ku lupakan dan selalu terputar kembali saat aku bertemu dengan hujan.